Kurban yang dalam bahasa Arabnya udh-hiyah, merupakan hewan ternak yan disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari Tasriq, ini dilakukan untuk meningkatkan diri kepada kepada Allah. Menyembelih hewan kurban (seperti sapi kurban, kambing kurban, domba, unta) mempunyai keutamaan yang sangat besar seperti disebutkan dalam hadis bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
”Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi no.1493 dan Ibnu Majah no.3126)”
Hukum Melakukan Kurban Kerbau:
Para ulama menyamakan kerbau dengan sapi dalam berbagai hukum dan keduanya dianggap sebagai satu jenis (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah 2:2975). Ada beberapa ulama yang secara tegas membolehkan berkurban dengan kerbau. Baik dari kalangan Syafi’iyah, (Hasyiyah Al-Bajirami) maupun dari madzhab Hanafiyah (Al-‘Inayah Syarh Hidayah 14:192 dan Fathul Qodir 22:106).Mereka menganggap keduanya satu jenis.
Syekh Ibn Al-Utasimin pernah ditanya tentang hukum kurban dengan kerbau. Mengenai “Kerbau dan sapi memiliki perbedaan adalam banyak sifat sebagaimana kambing dengan domba. Namun, Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan sapi, sebagaimana disebutkan dalam suratAl-An’am: 143. Apakah boleh berqurban dengan kerbau?”
Beliau menjawab: “Jika kerbau termasuk (jenis) sapi maka kerbau sebagaimana sapi namun jika tidak maka (jenis hewan) yang Allah sebut dalam Al-Qur’an adalah jenis hewan yang dikenal orang Arab, sedangkan kerbau tidak termasuk hewan yang dikenal orang Arab.” (Liqa’at Bab al-Maftuh 200/27)
Dalam situs resmi Syekh Shaleh Al-Fauzan, disebutkan salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada beliau, “Apakah kerbau juga termasuk jenis bahimatul an’am (3 hewan ternak)? Beliau menjawab: “Kerbau termasuk salah satu jenis sapi.” Maka, dengan demikian bisa disimpulkan bahwa berkurban dengan kerbau hukumnya sah, karena kerbau sejenis dengan sapi. Wallahu a’lam.
Ketentuan Sapi Kurban dan Unta
Seekor sapi kurban untuk 7 (tujuh) orang, sedangkan untuk seekor unta untuk 10 orang. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,
”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya ’Idul Adha maka kami pun berserikat untuk seekor sapi sebanyaktujuh orang dan sepuluh orang untuk kurban seekor unta.” (Shahih Sunan Ibnu Majah No. 2536, Al-Wajiz, hal. 406).
Dalam masalah pahala, ketentuan kurban sapi sama dengan ketentuan kurban kambing. Artinya, tujuh orang patungan untuk kurban seekor sapi, pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga dari tujuh orang yang ikut patungan tersebut.
Usia Sapi Kurban dan Unta
Jabir radliallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah kalian menyembelih (kurban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Uqbah bin Amir radliallahu ‘anhu, mengatakan
“Kami pernah berkurban bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menggunakan domba jadza’ah” (HR. Nasa’i 4382, Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan, “Sanadnya kuat. Hadis ini dishahihkan Al-Albani dalam shahih sunan Nasa’i).
Keterangan:
Hewan musinnah adalah hewan yang sudah masuk usia dewasa. Disebut musinnah dari kata sinnun yang artinya gigi. Pada saat hewan ini menginjak usia musinnah, ada giginnya yang tanggal (poel). Di bawah usia musinnah adalah usia jadza’ah.
Usia musinnah sapi kurban dan unta adalah sebagai berikut:
- Musinnah untuk sapi adalah umur dua tahun, menurut Madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali. Sedangkan menurut Malikiyah, sapi yang usianya tiga tahun.
- Musinnah untuk unta adalah unta yang genap lima tahun, menurut Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbali
Dengan memkai batasan minimal dari perselisihan ulama diatas, usia minimal sapi kurban bisa disimpulkan sbb:
No | Hewan Kurban | Usia Minimal |
1 | Sapi | 2 Tahun |
2 | Unta | 5 Tahun |
Manakah yang Lebih Baik, Ikut Patungan Sapi Kurban atau Kurban Satu Kambing?
Sebagian ulama menjelaskan kurban satu kambing lebih baik dari pada ikut patungan sapi atau unta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi (Shahih Fiqh Sunnah, 2:375, Fatwa Lajnah Daimah No. 1149 dan Syarhul Mumthi’ 7:458). Imam As Saerozi Asy-Syafi’i mengatakan, “Kambing (sendirian) lebih baik dari pada patungan sapi tujuh orang. Karena dia bisa menumpahkan darah (menyembelih) sendirian.” (Al Muhadzab 1/74)
Disamping itu, terdapat alasan lain diantaranya:
- Kurban yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun Unta, bukan 1/7 sapi atau 1/10 U 2.
- Kegiatan menyembelihnya menjadi lebih banyak. Lebih-lebih jika hadis yang menyebutkan keutamaan kurban di atas statusnya
- Terdapat sebagian ulama yang melarang patungan dalam berkurban, diantaranya adalah Mufti Negeri Saudi, Syekh Muhammad bin Ibrahim Alu Syekh, sebagaimana dinyatakan dalam fatwa Lajnah Daimah 11:453).
Namun pelarangan ini didasari dengan kiyas (analogi) yang bertolak belakang dengan dalil sunnah, sehingga jelas salahnya. Akan tetapi, berqurban dengan satu ekor binatang utuh, setidaknya akan mengeluarkan kita dari perselisihan ulama.
Cacat Hewan Kurban.
Cacat hewan kurban dibagi menjadi 3 macam:
Pertama, cacat yang menyebabkan tidak sah untuk digunakan berkurban Disebutkan dalam hadits, dari Al-Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda –sambil berisyarat dengantangannya-,
“Ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan, dan hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum.” (HR. Nasa’i, Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani).
Keterangan:
- Buta sebelah yang jelas butanya. Jika butanya belum jelas, orang yang melihatnya menilai belum buta, meskipun pada hakikatnya hewan kurban tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh dikurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. Ulama Madzhab Syafi’i menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk kurban karena. bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
- Sakit yang jelas sakitnya. Jika sakitnya belum jelas, misalnya, hewan tersebut kelihatannya masih sehat maka boleh dikurbankan.
- Pincang dan tampak jelas pincangnya. Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Apabila baru terlihat pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan kurban.
- Hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum. Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari empat jenis cacat di atas maka lebih tidak layak untuk digunakan berkurban. (Shahih Fiqih Sunnah, II:373 dan Syarhul Mumti’ 3:294).
source:yufid.com
wowww
terima kasih sudah di bagi min
izin di bagi lagi min
untuk kambing harus laki2 atau boleh perempuan min?