Lumpur Sawit Sebagai Pakan Ternak
Pertambahan luas lahan kebun kelapa sawit di Indonesia saat ini cukup cepat dan pesat, beringingan dengan tingginya permintaan dunia minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Lumpur sawit adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pemerasan buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit kasar(CPO). Pada saat sekarang ini, lumpur sawit dihasilkan dengan 2 (dua) cara, tergantung mesin peralatan yang digunakan yaitu dengan “slurry separator” atau dengan “decanter”. Sistem “decanter” akan menghasilkan lumpur sawit yang agak padat (meskipun masih mengandung air yang tinggi, sekitar 70−80%). Lumpur yang dihasilkan dengan “slurry separator” bentuknya encer sekali, sehingga biasanya dialirkan dan ditampung di kolam pembuangan. Sifat fisik yang demikian ini menimbulkan masalah dalam pengangkutan lumpur sawit.
Berdasarkan hasil data BPS (2006) menunjukkan bahwa, negara Indonesia menghasilkan minyak sawit (CPO) sekita 18,8 juta ton. Dari jumlah angka tersebut perkiraan limbah pabrik sawit yang dihasilkan dalam setahun berupa tandan buah kosong 540 juta ton, serat perasan buah 11,2 juta ton, lumpur sawit( solid decanter) 7,6 juta ton (= 2 juta ton bahan kering), solid membran 40 juta ton (‑‑ 4 juta ton bahan kering), bungkil inti sawit 8,6 juta ton dan cangkang 7,6 juta ton. Jumlah ini akan terus meningkat dengan bertambahnyajumlah produksi minyak sawit.
Saat proses pengolahan minyak sawit menghasilkan limbah cairan yang sangat banyak, yaitu sekitar 2,5 m3/ton CPO yang dihasilkan. Limbah ini banyak mengandung bahan pencemar yang sangat tinggi, yaitu. biochemical oxygen demand (BOD) sekitar 20.000‑60.000 mg/l (Wenten, 2004). Upaya pengurangan bahan padatan dari cairan ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat decanter, yang menghasilkan solid decanter atau lurnpur sawit. Bahan padatan ini berbentuk seperti lumpur, dengan kandungan air sekitar 75%, protein kasar 11‑14% dan lemak kasar 10‑14%.
Kandungan air yang cukup tinggi, menyebabkan bahan ini mudah busuk. Apabila dibiarkan di lapangan bebas dalam waktu sekitar 2 hari, bahan ini terlihat ditumbuhi oleh jamur yang berwarna kekuningan. Apabila dikeringkan, lumpur sawit berwarna kecoklatan dan terasa sangat kasar dan keras. Banyak penelitian telah dilaporkan tentang penggunaan lumpur sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun non‑ruminansia. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada ternak sapi, Suharto (2004) menyimpullm bahwa kualitas lumpur sawit lebih unggul dan dedak padi.
Nilai Nutrisi Lumpur Sawit (%) | |||
Bahan Kering(PK) | Protein Kasar(PK) | Serat Kasar(SK) | Lemak Kasar (LK) |
84-92 | 12-17 | 12-14 | 40-46 |
Menurut Sutardi (1991) penggunaan lumpur sawit sebagai pakan ternak untuk menggantikan dedak dalam ransum sapi perah jantan maupun sapi perah laktasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggantian semua (100%) dedak dalam konsentrat dengan lumpur sawit memberikan perturnbuhan dan produksi susu yang sama dengan kontrol. Bahkan ada kecenderungan bahwa kadar protein susu yang diberi ransum lumpur sawit lebih tinggi dari kontrol.
Hal yang serupa juga, dilaporkan oleh Suharto (2004). Menurut Chin (2002), pemberian lumpur sawit sebagai pakan ternak yang dicampur dengan bungidl inti sawit dengan perbandingan 50:50 adalah yang terbaik untuk pertumbuhan sapi. Dilaporkan bahwa sapi droughtmaster yang digembalakan di padang penggembalaan rumput Brachiaria decumbens hanya mencapai pertmbuhan 0,25 kg/ekor/hari, tetapi dengan penambahan lumpur sawit yang dicampur dengan bungkil inti sawit, mampu mencapai pertumbuhan 0,81 kg/ekor/hari.
Penelitian pemakaian lumpur sawit sebagai pakan ternak domba juga telah dilakukan. Kecernaan gizi lumpur sawit pada ternak domba cukup tinggi, yaitu 70−87%, 72−90% dan 63−84%, masing-masing untuk kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar (DEVENDRA, 1978). Hasil penelitian HANDAYANI et al. (1987) menunjukkan bahwa domba yang diberi pakan rumput lapangan secara ad libitum, yang diberi suplemen lumpur sawit sebanyak 0,9% dari bobot badannya menghasilkan pertumbuhan yang terbaik. RAHMAN et al. (1987) melaporkan bahwa pemberian 47% lumpur sawit dan 50% bungkil inti sawit dalam ransum kambing dan domba yang dipelihara secaraintensif (“feedlot”), menghasilkan performans yangsama dengan kambing dan domba yang diberi ransum komersil.
A.P. SINURAT, T. PURWADARIA, P.P. KETAREN, D. ZAINUDDIN, dan I.P. KOMPIANG
Balai Penelitian Ternak