Bungkil Biji Kapuk
Tanaman kapuk yang terdapat kapuk di Indonesia sebenarnya termasuk jenis komersial yang mempunyai mutu yang sangat baik. Sedangkan di pasaran dunia, kapuk dikenal sebagai kapuk Jawa, yang dihasilkan dari tanaman kapuk dengan nama botani Ceiba petandra Gaertner.
Umumnya dari 25.000 gelondong buah kapuk diperoleh 150 kg biji kapuk. Dari biji kapuk ini dapat diproses menjadi minyak kapuk, sedangkan bungkilnya dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman tembakau dan sayuran, serta dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak.
Kapuk merupakan tanaman pekarangan, pinggir-pinggir jalan atau di galengan sawah. Seperti halnya dengan kapas, yang penting dipandang dari segi ilmu makanan ternak adalah bijinya (produk dari biji). Biji tersebut mempunyai daging yang dapat mencapai 50% dan daging biji itu mengandung protein yang lebih tinggi (dibanding dengan biji kapuk yang lengkap dengan kulit) yakni 52 – 56%. Minyak yang dikandungnya berkisar antara 22 – 25% dari bahan kering.
Setelah lemak dikeluarkan, tinggal bungkilnya yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik ataupun sebagai pakan ternak. Bungkil biji kapuk merupakan limbah pabrik dan belum banyak digunakan sebagai ransum ternak karena masih belum populer di Indonesia. Bungkil biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak karena mempunyai nilai gizi yang tinggi salah satunya adalah kandungan protein yang cukup tinggi. Seperti halnya bungkil-bungkilan lain, bungkil biji kapuk mempunyai protein kasar yang cukup tinggi (+ 28%).
Dari hasil analisis proximat di laboratorium IPB didapatkan hasil komposisi bungkil biji kapuk sebagai berikut: air sebesar 9,98 – 11,29%, rotein kasar sebesar 26,99 – 2,66%, lemak kasar sebesar 5,25 – 9,48%, serat kasar sebesar 23,75 – 28,76, bahan ekstrak tanpa N sebesar 21,10 – 22,51%; abu sebesar 5,98 – 6,35%; kalsium sebesar 0,36 – 0,42% dan fosfor sebesar 0,58 – 0,78%.
Kandungan zat gizi bungkil biji kapuk bervariasi bergantung beberapa faktor antara lain varietas biji, keadaan buah atau biji yang digunakan dan cara pengambilan minyak dari bahan bakunya. Kandungan nutrisi bungkil biji kapuk menurut Oke (1978) dapat dilihat pada Tabel
Kandungan Nutrisi Bungkil Biji Kapuk
No. | Zat makanan | Sumber dari | ||||
Lubis (1963) | B.P. Surabaya (1970) | Muller (1971) | Anonim (1976) | Hartadi et al (1986) | ||
1. | Protein (%) | 27.4 | 30.9 | 28.6 | 37.6 | 27.3 |
2. | Serat kasar (%) | 25.3 | 27.0 | 24.6 | 30.2 | 20.6 |
3. | Lemak (%) | 5.6 | 3.2 | 7.2 | 6.7 | 8.3 |
4. | Abu (%) | 7.6 | – | 7.1 | 8.3 | 6.8 |
5. | BETN (%) | 18.1 | – | – | 22.2 | 23.0 |
Sumber : * Oke (1978)
Bungkil biji kapuk selain mengandung zat-zat pakan yang tinggi juga menghasilkan beberapa faktor pembatas diantaranya zat anti nutrisi berupa asam siklopropinoid sebesar 10 – 13% dan adanya selulosa yang dapat menurunkan daya cerna ternak. Faktor pembatas ini mempunyai sifat sebagai obat bius, karena mempunyai palatabilitas rendah penggunaannya sebagai bahan pakan ternak perlu dibatasi. Asam siklopropinoid ini berasal dari gugus amida dengan rumus kimia C3H6. Oleh karena itu penggunaan sebagai bahan pakan ternak masih terbatas terutama ternak muda karena dapat menimbulkan kematian.
Siklopropinoid adalah jaringan asam lemak tak jenuh yang terdiri atas sterculit dan asam malvalit yang terbentuk dalam minyak biji kapuk pada tingkat 1 – 2% dari minyak mentah pada proses pembuatan yang kurang sempurna. Dilihat dari ciri fisik yang dimiliki oleh asam siklopropinoid yakni sejenis obat bius dimana mengikat organel dalam sel yang menghasilkan energi. Adapun rumus bangun dari siklopropinoid adalah sebagaimana Gambar 5.7. berikut.
CH2 CH2
CH2 – (CH2 = (CH2)6 – COOH CH3 – (CH2)7 – C = C – (CH2)6 – COOH
Asam Sterculat Asam Malvalat
Komposisi kimia siklopropinoid
Dinyatakan oleh Jahi (1974) bahwa penambahan bungkil biji kapuk sebanyak 2% dalam ransum basal yang terdiri dari jagung kuning 37%; dedak halus 25%; kacang hijau 5%; kacang kedele 6%; kacang merah 5%; bungkil kacang tanah 8%, ikan teri 10%; campuran mineral 4% dapat memperbaiki pertumbuhan anak-anak ayam. Sedangkan untuk fase grower dan finisher karena kondisi tubuh dan alat pencernaan sudah berkembang dengan baik maka ayam dapat menerima ransum yang mengandung 10 – 15% bungkil biji kapuk. Ayam broiler menurut hasil yang diteliti oleh Gunawan (1981) dinyatakan bahwa pemberian bungkil biji kapuk 5% dalam ransum pada ayam umur 1 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan dan banyaknya ransum pada anak-anak ayam dapat diberikan antara 2-5% bungkil biji kapuk.
Bagaimana pakan itu bekerja dalam sistem metabolisme tubuh unggas itu sendiri, disini gambarannya adalah siklopropinoid karena sifatnya berefek penenang (obat bius) akibatnya adalah dapat merubah metabolisme lemak dimana komposisi lemak berubah yaitu lebih banyak asam lemak yang mengandung stearat daripada oleat, dan akhirnya asam lemak stearat ini sulit terdegradasi dan diserap oleh usus sehingga terjadi penimbunan lemak yang tinggi. Selain itu adanya gangguan pada metabolisme pakan sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi lambat.
Gejala-gejala keracunan yang terlihat pada ternak unggas mengkonsumsi bungkil biji kapuk antara lain sebagai berikut: penurunan produksi telur, penurunan efisisiensi penggunaan pakan, penurunan selera makan, penurunan bobot badan, penurunan fertilitas, penurunan daya tetas, penurunan pertumbuhan, penurunan tekanan darah, perubahan warna putih telur, muntah-muntah, dilatasi dinding pembuluh darah, dan terjadi kematian.
Dengan adanya gejala keracunan diatas sangat jelas sekali menimbulkan efek negatif yang mempengaruhi ternak tersebut. Oleh karena itu, cara pencegahan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah keracunan diatas adalah apabila sebelum digunakan, dinetralkan terlebih dahulu dengan berbagai cara misalnya dengan proses sulfitasi yaitu dengan cara mengalirkan sulfur dioksida terhadap minyak stercula faebida (pada minyak biji kapuk) yang mengandung asam sterculat yang dapat merusak cincin siklopropena dan merusak reaktifitas Halpen atau memberikan reaksi negatif terhadap uji Halpen dari minyak secara total. Jadi apabila bungkil bini karet tersebut digunakan sebagai pakan ternak maka siklopropinoid sudah bersifat netral dan sudah tidak berbahaya bagi ternak.