Hukum Kambing Kurban Atau Hewan Kurban
Dalam hukum kambing kurban atau Hewan kurban para ulama terbagi dalam dua pendapat :
Pertama, Wajib, bagi orang yang memiliki kelapangan rizki. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al-Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad beserta beberapa ulama pengikut Imam Malik, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Syekh Ibn Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (Syarhul Mumti’, III:408) Diantara dalilnya adalahhadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah No.3.123, Al-Hakim 7.672 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Pendapat kedua, kurban hukumnya sunnah mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan yang lainnya. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al-Anshari. radhiyallahu ‘anhu, dimana beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak berkurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena akukhawatir kalau tetanggaku mengira kurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).
Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berkurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih). Ibnu Hazm berkata, ”Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabat pun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib.” (Al-Muhalla 5:295, dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah II:367-368, dan Taudhihul Ahkaam, IV:454).
Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semua dalil, menunjukkan bahwa masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasihatkan, ” selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berkurban. Karena dengan berkurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam. (Tafsir Adwa’ul bayan, hal. 1120).
Yakinlah, Allah akan segera memberikan ganti biaya kurban yang dikeluarkan oleh orang-orang yang berkurban. Setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdoa:
“Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdoa: “Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al-Bukhari No.1374 & Muslim No.1010)
Seekor Kambing Kurban untuk Satu Keluarga
Seekor kambing cukup untuk kurban satu keluarga, dan pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits dari Abu Ayyubradhiyallahu’anhu yang mengatakan, ”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, Minhaajul Muslim, hal. 264 dan 266).
Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan kurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya kurban tahun ini untuk bapaknya, tahun depan untuk ibunya, tahun berikutnya untuk anak pertama, dan seterusnya. Sesungguhnya karunia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban untuk dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing kurban, sebelum menyembelih beliau mengatakan:
“Ya Allah ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak berkurban.” (HR. Abu Daud No. 2810 dan Al-Hakim 4:229. Dishahihkan Syekh Al-Albani dalam Al-Irwa’ 4:349).
Berdasarkan hadits ini, Syekh Ali bin Hasan Al-Halaby mengatakan, ”Kaum muslimin yang tidak mampu berkurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berkurban dari umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ahkamu Al-‘Idain, hlm. 79). Adapun yang dimaksud “kambing hanya boleh untuk satu orang, sapi untuk tujuh orang, dan unta sepuluh orang” adalah biaya pengadaannya.
Biaya pengadaan kambinghanya boleh dari satu orang, biaya pengadaan sapi hanya boleh dari maksimal tujuh orang dan kurban unta hanya boleh dengan jumlah maksimal sepuluh orang.Namun seandainya ada orang yang hendak membantu orang lain yang kekurangan biaya untuk membeli hewan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status kurbannya. Status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul kurban. Apakah harus izin terlebih dahulu kepada pemilik hewan? Jawabnya: Tidak harus, karena dalam transaksi pemberian sedekah maupun hadiah tidak dipersyaratkan memberitahukan kepada orang yang diberi sedekah maupun hadiah. Allahu a’lam.
Arisan Kambing Kurban
Mengadakan arisan dalam rangka berkurban termasuk dalam pembahasan berhutang untuk kurban, karena hakikat arisan adalah hutang. Sebagian ulama menganjurkan untuk berkurban meskipun harus berhutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir dari Sufyan At-Tsauri (Tafsir IbnuKatsir, Al-Hajj:36).
Sufyan At-Tsauri rahimahullah mengatakan: “Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk membeli unta kurban. Beliau ditanya: “Kamu berhutang untuk beli unta kurban?” Beliau jawab: “Saya mendengar Allah berfirman: Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta qurban tersebut) (QS:Al Hajj:36). (Tafsir Ibnu Katsir, surat Al Hajj: 36)
Demikian pula Imam Ahmad dalam masalah aqiqah. Beliau menyarankan agar berhutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran.Salah satu putra Imam Ahmad, yang bernama Salih, pernah bertanya kepada beliau, “Ada seseorang yang anaknya baru lahir, namun dia tidak memiliki dana untuk aqiqah. Mana yang lebih baik menurut Ayah: berhutang untuk aqiqah, atau mengakhirkan aqiqahnya sampai dia memiliki kemudahan untuk melaksanakannya?”
Jawaban Imam Ahmad,
“Hadis yang paling tegas dalam hal ini adalah hadis tentang Al-Hasan dari Samurah radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya.’ Aku berharap jika dia berhutang (untuk aqiqah), agar Allah segera
menggantinya, karena dia menghidupkan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
mengikuti ajaran yang beliau bawa.” (Tuhfatul Maudud, hlm. 64)
Sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang dari pada berkurban. Di antaranya adalah Syekh Ibn Utsaimin dan ulama-ulama tim fatwa islamweb.net dibawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih (Fatwa Syabakah Islamiyah no.7198 dan 28826). Syekh Ibn Utsaimin mengatakan: “Jika orang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutang dari pada menunaikan kurban.” (Syarhul Mumti’ 7:455).
Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi kurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang, beliau menjawab: “Jika dihadapkan dua permasalahan antara berkurban atau melunasi hutang orang fakir maka lebih utama melunasi hutang, apalagi jika orang yang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (Majmu’ Fatawa wa Risalah Ibn Utsaimin 18:144).
Pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berhutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika berkurban dipahami untuk orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang atau untuk hutang yang jatuh temponya masih panjang.
Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada kurban dipahami untuk orang yang kesulitan melunasi hutang atau pemiliknya meminta agar segera dilunasi. Dengan demikian, jika arisan kurban kita golongkan sebagai hutang yang jatuh temponya panjang atau hutang yang mudah dilunasi maka berkurban dengan arisan adalah satu hal yang baik. Wallahu a’lam.
Usia Kambing Kurban
Usia musinnah dan jadza’ah hewan berbeda-beda. Berikut rinciannya:
- Jadza’ah untuk domba (gembel) : domba yang sudah berusia 6 bulan menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali. Adapun menurut Maliki dan Syafi’i adalah domba yang sudah genap satu tahun.
- Musinnah untuk kambing, baik kambing jawa maupun domba adalah kambing yang sudah genap satu tahun, menurut Madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali. Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i, kambing yang usiannya genap dua tahun.
No | Hewan Kurban | UsiaMinimal |
1 | Domba | 6 Bulan |
2 | Kambing (Selain Domba) | 1 Tahun |
baca juga: Syarat Sapi Kurban
Hewan Kurban Mengalami Kecelakaan
Kasus pertama
Jika seseorang membeli hewan untuk kurban dalam keadaan sehat dan bebas dari cacat, kemudian mengalami kecelakaan, yang mengakibatkan cacat parah. Apa yang harus dilakukan?
Jawabnya, jika kecelakaan yang terjadi pada hewan ini, di luar kesengajaan pemilik dan bukan karena keteledoran, maka boleh untuk disembelih dengan niat kurban dan dihukumi sebagai kurban yang sah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika seseorang telah menentukan hewan yang sehat dan bebas dari cacat untuk kurban, kemudian mengalami cacat yang seharusnya tidak boleh untuk dikurbankan, maka dia boleh menyembelihnya dan sah sebagai hewan kurban. Ini merupakan pendapat Atha’, Hasan Al-Bashri, An-Nakha’i, Az-Zuhri, At-Tsauri, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Ishaq bin Rahuyah.” (al-Mughni, 13:373).Dalil yang menunjukkan bolehnya hal ini adalah sebuah riwayat yang disebutkan Al-Baihaqi, dari Ibnu Zubair radliallahu ‘anhu, bahwa didatangkan kepada beliau hewan kurbannya berupa unta yang buta sebelah. Lalu ia mengatakan,
“Jika hewan ini mengalami cacat matanya setelah kalian membelinya maka lanjutkan berkurban dengan hewan ini. Namun jika cacat ini sudah ada sebelum kalian membelinya maka gantilah dengan hewan lain.” Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ mengatakan: Sanad riwayat ini shahih. (al-Majmu’, 8:328).
Syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Ahkam Al-Udhiyah wa Dzakah, hal. 10.
Jika hewan yang hendak dijadikan kurban mengalami cacat, maka ada dua keadaan:
- Cacat tersebut disebabkan perbuatan atau keteledoran pemiliknya maka wajib diganti dengan yang sama, sifat dan ciri-cirinya, atau yang lebih baik. Selanjutnya, hewan yang cacat tadi menjadi miliknya dan bisa dia gunakan sesuai keinginannya.
- Cacat tersebut bukan karena perbuatannya dan bukan karena keteledorannya,maka dia boleh menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Karena hewan iniadalah amanah yang dia pegang, sehingga ketika mengalami di luar perbuatan danketeledorannya maka tidak ada masalah dan tidak ada tanggungan untuk mengganti.
Kasus kedua
Hewan yang hendak dijadikan kurban mengalami kecelakaan, hingga sekarat, bolehkah disembelih?
Jawab:
Jika penyembelihan hewan tersebut dilakukan sebelum shalat ‘Id, maka tidak bisa dinilai kurban. Karena diantara syarat berkurban adalah dilakukan di waktu tertemtu. Dengan demikian, pemiliknya wajib mengganti hewan kurban yang lain. Dalilnya adalah hadits dari Jundub bin Sufyan, beliau mengatakan: Saya pernah mendapati ‘Idul Adha bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah beliau selesai shalat, beliau melihat ada kambing yang sudah disembelih.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang menyembelih hewan sebelum shalat ‘Id maka hendaknya dia menyembeli kambing penggantinya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, jika penyembelihan hewan yang sekarat itu dilakukan setelah shalat, sementara ketika hewan ini dibeli dalam keadaan sehat dan bebas dari cacat, maka bisa dijadikan kurban dan hukumnya sah sebagai kurban. Demikian penjelasan Syekh Muhamad bin Shalih Al-Munajid di islamqa.com
Hewan yang Disukai dan Lebih Utama untuk Dikurbankan
Hendaknya hewan yang dikurbankan adalah hewan yang gemuk dan sempurna. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,
”Barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu adalah berasal dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj : 32)
Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa orang yang berkurban disunnahkan untuk memilih hewan kurban yang besar dan gemuk. Abu Umamah bin Sahl mengatakan, ”Dahulu kami di Madinah biasa memilih hewan yang gemuk untuk berkurban. Demikian memang kebiasaan kaum muslimin ketika itu adalah berkurban dengan hewan yang gemuk-gemuk.” (HR. Bukhari secara mu’allaq namun disampaikan dengan kalimat tegas dan disambungkan sanadnya oleh Abu Nu’aim dalam Al-Mustakhraj, sanadnya hasan).
Diantara ketiga jenis hewan kurban maka menurut mayoritas ulama yang paling utama adalah berqurban dengan unta, kemudian sapi, kemudian kambing, jika biaya pengadaan masing-masing ditanggung satu orang (bukan patungan). Dalilnya adalah jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiallhu ’anhu tentang budak yang lebih utama. Beliau bersabda, ”Yaitu budak yang lebih mahal dan lebih bernilai dalam pandangan pemiliknya” (HR. Bukhari dan Muslim). (Shahih Fiqih Sunnah, II:374). Jadi berkurbanlag dengan kambing kurban terbaik Anda ya.
source: yufid.com
Di antara syarat hewan kurban adalah telah mencapai usia yang telah ditetapkan syari’at.
inilah keindahan Islam
semua sudah ada aturannya
dan aturannya untuk kemaslahatan ummat
semoga ini menjadi inspirasi bagi agama lain